Selama pandemi covid-19, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Untuk itu, penting untuk memiliki hunian yang dapat mengakomodasi segala kegiatan di rumah termasuk bekerja.
Hal tersebut juga mengubah kecenderungan terhadap kepemilikan hunian dan tentu saja konsep tata ruang. Hasil survei Rumah.com, Consumer Sentiment Study semester II-2020 mencatat keinginan memiliki hunian sendiri paling banyak diungkapkan oleh kalangan muda.
Bagi pelaku bisnis arsitektur, angka-angka di atas menggambarkan adanya dua PR (pekerjaan rumah) besar terkait dengan pasar masa depan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?Happy Inspire Confuse SadPertama, bagaimana menjawab keinginan dan kebutuhan segmen milenial yang aktif dan dinamis. Kedua, secara bersamaan juga harus mampu menjawab tuntutan adaptif terhadap efek pandemi covid-19 yang diperkirakan akan terus menetap.
Arsitek Rubi Roesli memahami bahwa masalah covid-19 adalah tantangan terbesar bagi dunia arsitektur karena sifat bisnis mereka yang sangat fiskal. “Jadi segala macam bentuk desain harus dibawa ke sana,” ujar Founder Biroe Architecture & Interior tersebut dalam keterangan tertulis, Rabu, 5 Agustus 2020.
1. Faktor kesehatan
Menurutnya, apapun inovasi arsitektur yang dilakukan saat ini, kuncinya adalah perhatian terhadap problem kesehatan. Rubi mengamati ada kecenderungan perubahan gaya hidup baru di kalangan masyarakat sebagai respons atas kondisi pandemi ini.
Ia melihat, orang-orang menjadi lebih peduli terhadap faktor kesehatan yang diperlihatkan melalui pilihan makanan sehat dan gaya hidup sehat seperti meningkatnya aktivitas berolahraga.
“Bayangkan, sekarang banyak yang tiba-tiba bercocok tanam sayuran di rumah. Selain merupakan tren lifestyle untuk mendapatkan makanan dari sumber yang lebih dekat dan segar, hal itu mungkin juga dilatari kekhawatiran terhadap masalah distribusi pangan,” tambahnya.
2. Ruang Olahraga
Ruby menangkap kebutuhan yang terlihat jelas di kalangan konsumen properti terkait kondisi pandemi saat ini adalah ruang untuk berolahraga. Kemudian melakukan hobinya di rumah serta ruangan yang bisa mengakomodasi kebutuhan bekerja di rumah.
“Saya kira, kecenderungan-kecenderungan seperti ini harus direspons para arsitek. Di saat orang butuh ruang jarak jauh, bisa meeting online dan bicara nyaman di zoom tanpa terganggu suara anak-anak, sementara di sisi lain anak-anak juga butuh ruang untuk belajar online. Dan enggak bisa dipungkiri, orang yang bekerja di rumah juga butuh ‘me time space’,” ujarnya.
Sumber : Medcom.id